Selamat datang di Website PP. Adnan Al Charish

Sarjana Kentut

PAK WALANG

Ust. Shohibun Niam al Tarobani

“Menggerakkan dunia dengan energi yang terbaharukan”

Bangku perkuliahan saat ini trademarknya tidak seperti dulu lagi. Jika sepuluh tahun yang lalu bisa duduk di bangku perguruan tinggi banyak yang bilang woow, sekarang tidak lagi karena negeri asal batik ini sudah memiliki banyak sekali sarjana. Didaerah saya saja yang jauh dari jalan beraspal sudah banyak buruh tani kasar yang bergelar sarjana. Apalagi di daerah lain yang lebih kekotaan sedikit,tentu lebih banyak lagi.
Fenomena turun harga ini sebenarnya sangat wajar. Karena hukum alam mengharuskan segala sesuatu yang melimpah untuk anjlok menjadi murah, atau bahkan sangat murah. Ketika negeri ini telah memiliki stok sarjana yang melimpah, karena orang ramai berbondong-bondong berangkat kuliah, maka title S-nya turun harga. Nah, penulis kebagian bangku kuliah di saat harganya sedang anjlok seperti ini. Sudah menjadi nasib.
Dalam program kuliah yang saya ikuti, kami dibimbing oleh para dosen budiman yang hebat. Namun, kehebatan mereka tidak sama.Ada yang hebat bercerita; abang, ijo lan kuning, ada yang hebat berhumor ria; mengocok isi perut, ada yang hebat presentasi; semuanya diterangkan, dan yang paling membuat otak kami cenat-cenut, ada seorang dosen yang rajin memberi nasehat pada kami untuk disiplin waktu.
 Maklum, beliau agak sedikit apes. Jadwal mata kuliah beliau dimulai persis pukul 07.00 dan dalam semua pertemuan sebagian besar dari kami pasti terlambat. Maklum’lah, karena kebanyakan dari kami berasal dari tempat yang sangat jauh. Dari ujungpelosok bojonegoro.
Dosen yang dimuliakan Allah ini selalu saja membawa nama-nama NU dalam kelambanan kami. Mungkin saja, karena tahlilnya orang NU selalu molor. Yang lebih menyebalkan, akhir-akhir ini beliau juga membawa-bawa nama pondok pesantren. Katanya santri pesantren itu awuran’lah, kuno’lah, ketinggalan jaman’lah, bodoh’lah atau buta teknologi’lah. Sembarang kalir.
Santri cap apa yang kupingnya tidak panas menyaring ucapan-ucapan seperti itu?
Jelas kami semua jadi jengkel. Walaupun sebenarnya kami sadar bahwa yang beliau katakan itu hampir benar. Rasanya darah jihad yang menggumpal di ubun-ubun sudah mendidih. Tapi kami tetap menahan diri. Karena memang tidak punya jurus untuk membela diri dari serangannya.
Jumat pagi di akhir bulan Oktober, pak dosen yang mengampu mata kuliyah Ilmu Alamiah Dasar itu membahas sumber energi baru dan manfaatnya pada manusia. Seusai presentasi bla-bla-bla, beliau membaca wiridannya, membaca-kan ayat-ayat nasehatnya pada kami.
 Sambil memukul meja dengan tangannya serta dgn nada tinggi, beliau mengatakan bahwa para ilmuan sekarang ini sudah berhasil menemukan berbagai sumber energi baru untuk menggantikan bahan bakar fosil yang semakin menipis.
”Mereka sudah begitu jauh melangkah, sedangkan santri-santri pondok sampai saat ini belum beranjak kemana-mana, ketinggalan sangat jauh dari mereka. Bahkan, sampai sekarang wong sarungan juga belum paham dengan kemajuan-kemajuan besar seperti ini”.
Asem!.
Tiba-tiba dari barisan duduk kedua ada salah satu dari kami yang mengacungkan tangannya. Sebuah tanda untuk meminta izin ikut angkat suara. Pak dosenpun mengizinkannya berbicara.
 Dengan mantap mahasiswa berambut kumal itu memulai orasinya yang heroik. Kira-kira seperti pidatonya bung Tomo di RRI yang terkenal itu. Mungkin, kelak kata-kata yang diucapkannya akan tercatat dalam sejarah bangsa Indonesia.
“Pak, sebenarnya ada satu sumber energi alternatif terbaharukan yang belum pernah diusahakan oleh ilmuan ataupun ahli manapun di dunia ini”
Ruangan seketika menjadi sepi. Semua yang ada di ruangan termangu menunggu kelanjutan pidato pembelaan mahasiswa yang baru jadi mahasiswa ini.
“Energi tersebut adalah kentut pak”
Seketika, suasana ruangan berubah. Kebanyakan menahan tawa.Tapi ada yang sampai kelepasan, meledakkan tawa yang keras. Yang jelas, semuanya merenggangkan otot-otot wajah yang tadinya tegang karena emosi. Mungkin, hanya pak dosen budiman saja yang cemberut. Ketika saya amati, dari bibirnya tampak tawa kecil yang dipaksa-paksakan. Tidak ikhlas sama sekali.
“Menurut penelitian, gas kentut itu kan mengandung berbagai zat kimia. Diantaranya ada N2 atau Nitrogen, H2S atau Hidrogen Sulfida, CH4 atau Metan dan berbagai gas lainnya. Nah, gas Metan atau CH4 yang terkandung dalam kentut itu sama dengan biogas yang dihasilkan dari kotoran sapi yang bapak bicarakan. Jadi kalau dikelola dan diolah dengan baik, kentut juga dapat digunakan sebagai energi alternative pengganti minyak”
“Sampai saat ini, energi kentut ini belum ada ilmuan ataupun peneliti yang mengusahakannya pak! Jadi, bapak sebagai dosen Ilmu Alamiah Dasar saya minta untuk mengusulkannya pada mereka. Gimana pak?”
Saat itu pak dosen budiman mati kutu dengan usulan ndagel tersebut. Karena N2, CH4, H2S itu entah makanan khas mana dan seperti apa ia juga tidak ngerti. Akhirnya pak dosen angkat suara, menaggapi usulan tadi. Beliau berkelit dengan mengatakan :
“Kentut itu kan sifatnya spontan atau keluar secara otomatis dan tidak bisa diusahakan. Kalau kotoran sapi kan bisa diusahakan dari usaha peternakan. Jadinya ya ide itu sulit diterapkan”
“Lho, tidak sulit-sulit kok. Kata siapa sulit? cara mengusahakannya mudah sekali pak. Menyok dan Telo setengah matang kan terkenal sangat mujarab untuk memproduksi kentut (lebih tepatnya bom kentut, hehe). Ya, dengan itulah pak cara mengusahakannya” jawabnya tidak mau kalah.
Secara pribadi, saya setuju dengan usulan yang (menurut saya) cerdas tersebut. Saya kira itu adalah solusi yang hebat untuk memproduksi kentut secara masal. Anda juga setuju, kan?.
Dari salah satu sudut ruangan, ada mahasiwa yang memegang korek api dan berseloroh dengan keras
 “Mas! coba kemari. Bisa nyala atau tidak (kentutnya)?
Candaan ini disambut dengan gelak tawa keras yang memenuhi ruangan. Dalam hati, saya juga ikutan usul untuk membuat tanda peringatan begini “WARNING! Jangan kentut di dekat api. Bisa meledak”. Haa.. ha ...
Hari itu benar-benar hari kemenangan kami dari dosen budiman yang satu ini. Menang telak bahkan. Ini adalah kemenangan yang pertama setelah berminggu-minggu diserangnya tanpa perlawanan yang berarti. Hari itu kami merasa dibela oleh “kentut”. Mungkin hari itu judulnya kentut membawa rahmat.
Dan kami tidak menyebut mahasiswa yang nekat tadi dengan sebutan pahlawan kentut. Karena, kelihatannya kok  saru. Tapi, jika dia terus ngotot dengan masalah kentut tadi dan kelak skripsinya juga tentang kentut, maka dialah satu-satunya sarjana kentut yang pernah kami kenal.

Oh ya, sebenarnya mahasiswa yang ndagel tersebut adalah saya sendiri. Astaghfirullah… Astaghfirullah… Astaghfirullah…

Post a Comment

Cookie Consent
We serve cookies on this site to analyze traffic, remember your preferences, and optimize your experience.
Oops!
It seems there is something wrong with your internet connection. Please connect to the internet and start browsing again.
AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.
Site is Blocked
Sorry! This site is not available in your country.