Kajian ini merupakan translite dari kitab " AHLAL MUSAMAROH fi hikayatil aulia'il 'asyroh (MANISNYA OBROLAN MALAM, yang menceritakan wali sepuluh) yang disusun oleh Abul Fadlol bin Abdusy Syakur dari desa Senori, kabupaten Tuban.
Kajian ini diterbitkan setiap hari jumat
----------------------------------------------------------------------------------------------------
1.7. Raja Banjar
Sebelum
peristiwa yang menimpa Sayyid Raja Pendita dan Sayyid Rahmad di atas,
dijelaskan bahwa di kerajaan Pajajaran
dipimpin oleh seorang raja yang bernama Arya
Banjar. Ia adalah anak laki-laki dari raja Sang Mundhi Wangi. Arya Banjar memiliki seorang anak laki-laki yang
bernama Arya Mentahun. Ia (Arya
Mentahun) memiliki seorang anak perempuan bernama Rondho Kuning. Rondho kuning memiliki tiga orang anak di antaranya
adalah Arya Galuh, Arya Tanduran, dan
Arya Bangah. Dari Arya Galuh
dilahirkan tiga orang anak, yaitu Arya
Beriben, Arya Teja, dan Ki Tarub.
Arya Beriben memiliki dua orang anak salah satunya adalah perempuan yaitu Madu Retno. Dan seorang anak laki-laki
bernama Jaka Qondar. Arya Teja
memiliki dua orang anak. Seorang perempuan dan seorang laki-laki, yaitu Chandra Wati dan Raden Syukur. Ki Tarub
memiliki tiga orang anak perempuan, yaitu anak pertama bernama Raden Ayu Nawang Sih (Nawang Asih), yang kedua bernama Raden Ayu Nawang Sasi, dan yang ketiga bernama Raden Ayu Nawang Arum. Hanya Alloh SWT yang Maha Mengetahui. Akan
dituturkan cerita yang berhubungan dengan uraian kisah di atas.
1.8. Akhirnya Mereka Menetap di Jawa
Sayyid
Raja Pendita dan Sayyid Rahmad berniat untuk kembali ke negeri asal mereka,
negeri Campa karena perihal sesuatu yang menyebabkan mereka selalu bersusah
hati dan sedih. Seperti yang dijelaskan sebelumnya. Maka dari itu, mereka
mengutarakan keinginan mereka kepada raja Brawijaya. Brawijaya mencegah mereka
berdua dan ia berkata, "Begitu berat aku berpisah dengan kalian berdua.
Maka janganlah kalian kembali pulang ke negeri kalian! Jika kalian ingin
memiliki kekuasaan atas suatu wilayah, maka aku akan memberi kalian kekuasaan
seperti yang kalian inginkan. Apakah menjadi patih, kepala administrasi atau
kepala wilayah terserah kalian. Apabila kalian ingin menikah, maka pilihlah
anak gadis dari para patih ataupun pemimpin-pemimpin daerah yang kalian suka.
Sesungguhnya aku mencegah kalian untuk pulang ke negeri kalian karena aku
mendengar berita bahwa raja daerah Hindustan
sedang giat untuk memerangi daerah Kupeng,
Kalkutta, Jiri, Malibar dan daerah sekitarnya. Dari daerah-daerah itu tidak
ada yang tersisa dan tidak ada jalan lain kecuali tunduk di bawah kekuasaan
Hindustan. Kecuali negeri kalian, Campa. Karena di Campa sedang bergolak perang
dengan pasukan Hindustan dan sampai saat ini aku tidak mengetahui bagaimana
akhirnya nasib negeri Campa." Setelah mendengar penuturan Brawijaya dan
begitu sangat pencegahan yang dilakukan oleh Brawijaya, maka mereka mengikuti
kemauan Brawijaya untuk tetap tinggal di Majapahit.
Kemudian
setelah itu mereka pun menikah. Sayyid Raja Pendita menikahi anak gadis Arya
Beriben, bernama Madu Retno di daerah
Ris. Kemudian mereka mendirikan
sebuah rumah di sebuah desa yang bernama Sinabun.
Sayyid Rahmad menikahi anak gadis Arya Teja yang bernama Raden Ayu Chandra Wati. Merekapun mendirikan sebuah rumah di desa Ampel Dhenta atau ampel Gading yang termasuk dari desa
yang ada di Surabaya. Sedang Abu
Hurairah menikahi seorang gadis dari desa Tanggerikan yang
bernama Samiroh binti Husain. Setelah
menikah, pekerjaan mereka sehari-hari adalah bertani kapas. Yaitu Abu Hurairah yang memetik kapas dan Samiroh yang
memillih dan membersihkannya. Setiap hari ia memberikan kapas tersebut kepada
Sayyid Rahmad untuk digunakan sebagai sumbu lentera penerang yang ada di
masjid. Karena kebiasaannya inilah Sayyid Rahmad menyebutnya dengan Ki Agung Kapas.
Seorang
laki-laki dari Majapahit yang bernama Wira
Jaya telah mengikuti dan mengabdi kepada Sayyid Rahmad. Oleh Sayyid Raja
Pendita ia diperintah untuk bekerja sebagai tukang pande besi.
Tiga orang
anak dilahirkan dari hasil pernikahan Sayyid Raja Pendita. Mereka adalah Hajj Utsman, Utsman Hajj, dan Nyai Ayu Gedhe Tondho. Dari perkawinan
antara Sayyid Rahmad dengan Raden Ayu Chandra Wati dilahirkan lima orang anak.
Di antaranya adalah Sayyidah Syarifah,
Sayyidah Muthmainnah, Sayyidah Hafshoh dan Sayyid Ibrahim. Setelah itu, Sayyid Rahmad menikahi seorang gadis
yang bernama Mas Karimah binti KI Bang
Kuning. Dan dari pernikahan itu mereka dikaruniai dua orang putri bernama Murtiyyah dan Murtasimah. Ini adalah cerita yang dialami oleh Sayyid Raja
pendita dan Sayyid Rahmad.
1.9. Ki Tarub
Sedang
anak-anak Ki Tarub yang pernah diceritakan di atas, yang bernama Nawang Asih
dinikahi oleh Lembu Peteng anak laki-laki Brawijaya. Lembu Peteng kemudian
disebut dengan nama mertuanya, Tarub,
dan ia menguasai daerah yang ia tempati. Ia memiliki seorang anak bernama Getas Pandhu (Getas Pendhowo). Nawang
Sasi dinikahi oleh Raden Jaka Qondar yang menetap di desa Melaya, daerah Bangkalan,
Madura. Darinya dilahirkan dua orang anak perempuan bernama Asiyah dan Dewi Iroh. Dan anak Ki tarub yang terakhir yang bernama Nawang
Arum dinikahi oleh Raden Syakur yang menguasai daerah Wilatikto (yang terkenal dengan sebutan Tumenggung Wilotikto).