Kajian ini merupakan translite dari kitab " AHLAL MUSAMAROH fi hikayatil aulia'il 'asyroh (MANISNYA OBROLAN MALAM, yang menceritakan wali sepuluh) yang disusun oleh Abul Fadlol bin Abdusy Syakur dari desa Senori, kabupaten Tuban.
Kajian ini diterbitkan setiap hari jumat
----------------------------------------------------------------------------------------------------
1.12. Raden Paku
Minak
Sembayu, yang riwayatnya telah dituturkan sebelumnya, mempunyai seorang anak
gadis yang bernama Sekar Dhadhu. Ia
mamiliki kadar kecantikan yang tinggi. Kecantikan yang tertuang di wajahnya
dapat merusak akal setiap lelaki. Jika kecantikan itu dilukiskan dalam
bait-bait syair, maka bunyinya sebagai berikut;
Ia
memiliki paras yang bagaikan purnama yang bersinar di kegelapan waktu sahur,
Rambutnya
yang hitam bagaikan tengah malam yang gelap gulita.
Ketika ia
tersenyum, dari susunan giginya terbit kilau cahya,
Seperti
kilau sinar kilat yang menyambar, menyilaukan mata setiap orang yang mellihatnya.
Setiap ia
berjalan selalu membuat ranting-ranting pohon itu tersipu malu,
Setiap ia
menengok, maka ia menjadikan orang-orang yang melihatnya termabuk ( karena
lirikan matanya ).
Setiap ia
menghadap seseorang, ia menunjukkan dadanya,
Yang
setiap orang yang melihatnya, menyangka bahwa bulat-bulat itu adalah buah
delima.
Setiap ia
membelakangi seseorang, maka ia menyuguhkan ombak yang membolak-balik ( fikiran
) seseorang,
Perawakannya
tidak tinggi dan juga tidak begitu pendek.
Pada saat
itu Dewi Sekar Dhadhu, putri Minak Sembayu raja Blambangan, menderita sakit
keras. Tidak ada satu pun dari Tabib
yang bisa mengobatinya dan bahkan bagi seorang pendeta (pertapa) obat penyakit
yang di derita putri Sekar Dhadhu tidak diketahui oleh mereka. Karena sakit
putrinya yang tak kunjung membaik, Minak Sembayu didera kesedihan dan
kekhawatiran yang tak berujung. Maka ia pun memutuskan untuk mengumpulkan para
menteri, pemimpin-pemimpin bawahan, pegawai-pegawai karajaan, dan para juru
putus masalah (hakim). Kemudian raja
Blambangan, Minak Sembayu, memerintahkan mereka untuk mengumumkan di daerah
kekuasaan mereka masing-masing bahwa barangsiapa yang mengobati putri raja dan
ia menjadi sembuh atas pengobatan orang tersebut, maka baginda raja Blambangan
akan menikahkan orang itu ( jika laki laki ) dengan putrinya. Serta baginda
raja akan memberinya setengah dari kerajaan Blambangan. Setelah itu mereka
menjalankan perintah raja Minnak Sembayu. Mereka mengumumkan di daerah pedesaan
dan perkotaan. Akan tetapi usaha tersebut belum mendatangkan hasil dan tidak
ada seorang pun yang memenuhi pengumuman tersebut.
Pada suatu
hari, salah seorang menteri raja Minak sembayu berkata, "Hamba pernah
melihat seseorang yang memakai jubah dan kopiah putih, yang menyepi di atas
gunung Selangu. Tingkah laku dan perbuatannya berbeda dengan manusia lainnya. Yakni, setelah matahari bergeser
dari tempatnya di tengah-tengah langit, ia akan berdiri dan meletakkan
tangannya di bawah dadanya. Ia menggerakkan kedua bibirnya berucap sesuatu yang
tidak hamba mengerti itu apa. Tak lama setelah itu, ia akan membungkukkan
badannya dan meletakkan kedua tangannya di kedua lututnya. Kemudian ia berdiri dengan
mengangkat dua tangannya. Setelah itu ia turun dan meletakkan jidatnya di atas permukaan bumi. Dan pada akhir dari
semua itu ia akan duduk dan menoleh ke arah kanan dan kiri. Pekerjaan serupa
akan ia lakukan pada saat matahari condong di ufuk barat akan tenggelam, saat
matahari telah tenggelam, dan sebelum matahari terbit ia akan melakukan
perbuatan itu dengan intensitas lebih cepat. Seperti itu rutinitas yang
dilakukan oleh orang itu. Jika baginda menghendaki hamba akan memanggilnya
untuk mengobati putri baginda yang mulia. Siapa tahu orang tersebut yang dapat
mengobatinya."
Baginda
raja berkata, "Panggillah lelaki yang kamu sebutkan tadi!" Maka patih
itu mengutus seorang laki-laki kepada Maulana Ishaq untuk memintanya menghadap
raja Blambangan. Utusan itupun pergi kepada Maulana Ishaq. Ketika ia telah
sampai di tempat Maulana Ishaq, ia menceritakan hajat dari baginda raja
Blambangan mengutusnya kepada Maulana Ishaq. Maulana Ishaq
"mengamini" keinginan raja Blambangan untuk menghadapnya dan ia pergi
bersama dengan utusan tersebut.
Ketika
Maulana Ishaq telah berada di hadapan Minak Sembayu, raja Blambangan, kepadanya
Minak Sembayu berkata, "Aku memiliki seorang anak gadis. Ia adalah buah
hatiku dan separoh hatiku. Saat ini dia sedang jatuh sakit. Ia sudah lama
menderita sakit dan para Tabib tidak
ada yang bisa menyembuhkannya. Apabila kamu memiliki obat dari penyakit yang diderita anak gadisku, maka dengan
segala kerendahan hati aku memintamu untuk mengobati dan menyembuhkannya.
Barangkali ini bisa menjadi sebab kesembuhan anakku dari penyakit yang lama ia
derita. Sebelumnya perlu kamu ketahui bahwa aku telah berjanji bahwa
barangsiapa mengobati putriku dan ia berhasil menyembuhkannya, maka putriku
akan menjadi istri baginya. Serta aku akan memberinya setengah dari kerajaanku
ini." Maulana Ishaq menghadap ke hadlirat Alloh SWT dan dengan segala
kerendahan diri ia berdo'a meminta kesembuhan bagi putri raja. Lalu ia
memberikan obat yang mujarab kepada putri raja. Dengan izin Alloh SWT putri
raja, Dewi Sekar Dhadhu, sembuh seketika dari penyakitnya. Dan ia bisa berdiri
tegak seperti ia telah lepas dari tali yang selama ini menjeratnya. Minak
Sembayu kemudian menikahkan putrinya dengan Maulana Ishaq dan memberikan
setengah kerajaannya kepada Maulana Ishaq. Dari sinilah yang menjadi sebab
lebih mudahnya bagi Maulana Ishaq untuk berdakwah, mengajak manusia untuk
memeluk islam. Ia pun tak henti-hentinya berdakwah dan mengajak orang-orang
untuk memeluk islam. Sehingga banyak dari penduduk Blambangan yang beragama
islam.
Pada suatu
saat ia menemui raja Blambangan, Minak Sembayu. Kemudian ia berkata,
"Wahai ayahku, aku datang kepadamu untuk mengajakmu berpindah dari
beribadah menyembah berhala kepada ibadah menyembah Alloh SWT, Dzat yang Hidup,
Dzat yang Kontinyu, Dzat yang memberi kehidupan, Dzat yang memberi kematian,
dan Dia adalah Raja (Penguasa) yang memutuskan segala permasalahan. Untuk itu
ucapkanlah, ' Asyhadu An Laa Ilaaha
Illalloh Wa Asyhadu Anna Muhammadan Rosululloh ' (aku bersaksi bahwa tiada
Tuhan melainkan Alloh SWT, dan aku bersaksi bahwa Muhammad SAW adalah utusan
Alloh SWT)." Setelah mendengar ucapan Maulana Ishaq, raut muka Minak
Sembayu berubah merah padam. Ia marah. Kemudian ia mencabut pedangnya dan
mengarahkannya ke leher Maulana Ishaq seraya berkata, "Jika kamu tidak
pergi dari hadapanku sekarang juga, maka aku akan menjadikan kapalamu terpisah
dari badanmu." Dengan diliputi rasa takut ia keluar dari istana dan lari
bersembunyi di dalam hutan. Pada saat kejadian itu istrinya, Dewi Sekar Dhadhu,
sedang mengandung anaknya lebih dari tujuh bulan umur kandungan. Di rumahnya,
istri Maulana Ishaq, Dewi Sekar Dhadhu menangis meratapi perpisahannya dengan
suaminya. Hatinya selalu diliputi rasa sedih dan khawatir. Sedang Maulana Ishaq
bersembunyi di dalam hutan dan jurang-jurang/goa-goa seperti halnya hewan liar.
Tidak ada seorangpun yang menemaninya kecuali hewan-hewan buas dan liar, serta
bintang gemintang yang bercahaya. Suatu saat ia berdo'a kepada Alloh SWT agar
memberikan balasanNya kepada Raja Blambangan. Maka Alloh SWT menurunkan wabah
penyakit pada penduduk Blambangan dan banyak orang yang mati. Seorang penduduk
menderita sakit pada waktu pagi, dan ia tidak akan menjalaninya kecuali
kematian pada akhirnya. Tidak ada yang dapat menghilangkan wabah penyakit
tersebut. Sang raja pun merasa sangat cemas hingga ia tidak merasakan kelezatan
makanan yang ia makan, dan susah tidur. Minak Sembayu berkata, "Wabah
penyakit ini adalah salah satu keburukan yang dibawa oleh laki-laki itu dan
juga anaknya yang sekarang masih dalam kandungan. Maka jikalau anak
perempuanku melahirkan anak itu, aku
akan membuangnya ke laut." Dan saat usia kandungan putrinya sempurna untuk
melahirkan, ia melahirkan seorang bayi laki-laki yang berharga bagaikan emas
murni. Kemudian sang raja mengambilnya dan meletakkan di dalam peti.
Selanjutnya ia memerintahkan prajurit untuk membuangnya ke tengah laut. Di
tengah laut air laut mengombang-ambing peti tersebut dengan tetap diliputi
penjagaan dan pertolongan Alloh SWT untuk menjaga keselamatannya. Dari situlah
terlihat karomah seorang waliyulloh.
Tanpa
disengaja sebuah kapal pedagang yang berasall dari Gresik melintas di perairan
Blambangan dan melihat sebuah peti yang mengambang di tengah laut. Mereka
mengambilnya dan membukanya. Betapa terkejutnya
mereka, ternyata yang ada di dalam peti itu adalah seorang bayi yang
baru saja dilahirkan, yang wajahnya bercahaya laksana sinar rembulan yang
menyilaukan. Tujuan para pedagang dari Gresik itu adalah ingin berdagang ke
pulau Bali. Mereka pun membawa serta
bayi tersebut bersama mereka hingga sampai ke pulau Bali dengan selamat dan
meraup untung yang besar. Ketika para pedaganng itu telah menunaikan semua
kebutuhannya, mereka bersiap pulang dari pulau Bali dengan bayi yang mereka
temukan tetap bersama mereka. Mereka terus berlayar hingga sampai di sebuah
daerah yang bernama Tandhes. Mereka
beristirahat sebentar lalu melanjutkan perjalanan mereka kembali hingga sampai
di daerah asal mereka, Gresik. Kapal yang mereka tumpangi merapat ke pelabuhan
dan para awak kapal turun ke daratan. Kemudian para pedagang itu menyerahkan
bayi yang mereka temukan itu kepada seorang wanita yang bernama Nyai Gedhe. Ia adalah putri dari Sayyid
Raja Pendita. Nyai Gedhe bertanya kepada para pedagang itu, "Ini anak
siapa?."
Mereka
menjawab, "Bayi ini kami temukan di dekat pelabuhan kerajaan Blambangan.
Bayi ini dibuang oleh orang tuanya ke laut dengan meletakkannya di dalam sebuah
peti. Nyai Gedhe pun merasa sangat senang karena ia tidak memiliki seorang
anak. Kemudian Nyai Gedhe menamainya dengan Raden
Paku dan merawatnya dengan baik dan sangat mencintainya. Akan tetapi, bayi
tersebut (Raden Paku) tidak pernah disusui oleh seorang wanita manapun. Selama
tujuh hari pertama bersama Nyai Gedhe, Raden Paku hanya menghisap jarinya. Dan
setelah itu Nyai Gedhe meminuminya
dengan air susu kambing. Dan Raden Paku pada waktu itu bersedia untuk
meminumnya. Inilah cerita dari seorang bayi (Raden Paku).