Selamat datang di Website PP. Adnan Al Charish

AL MUSTHOFA (riwayatmu kini)

PAK WALANG

Oleh : Kang Kholil

Qola muhammadun huwabnu maliki
Ahmadu robbillaha khoiro maliki
Musholliyan alan nabiyil musthofa
Wa alihil mustakmilinas syarofa

Wa astainullaha fi alfiyah
Maqoshidun nahwi biha mahwiyah
Tuqoribul aqsho bilafzdzin mujazi
Watabsuthul badzla biwa’din munjazi


...............

Jam menunjukkan angka 20:00 istiwa’. Kentheng diniyah dibunyikan. Para santri masuk ke ruangan masing-masing. Ada yang duduk rapi sesuai bangku, ada yang melingkar dan ada pula yang berdiri tak beraturan, lalu sebentar kemudian ramailah seluruh sudut pesantren. Di mushola, di gedung diniyah, di depan asrama pun di ndalem sepuh.... semua mendendangkan syair-syair arab pelajaran. Nadhoman. Dengan berbagai lagu mulai dari klasik, arabic, sampai dangdut-campursari. Seru.

Ada beberapa ustadz yang keliling sambil tangan kanan mereka menggenggam sesuatu. Tongkat pendek, tongkat panjang, ada yang terbuat dari plastik, kayu dan ada pula yang dari besi ringan. Berpindah dari satu kelas ke kelas yang lain. Ada yang di putra dan ada yang di putri. Mengontrol kedisiplinan. Menegur santri yang malas-malasan, menyuruh berdiri yang datang terlambat dan mengeraskan suara yang pelan.

15 menitpun berlalu. Terdengar suara kentheng satu. Nadhoman selesai.
Suasana kembali agak tenang. Mereka mulai sibuk dengan buku dan kitabnya masing-masing. Menulis-membaca-menambal. Takut kalau tidak bisa ikut semester pertengahan tahun. Ada yang mulutnya komat-kamit sambil sesekali melirik majmuat. Ada yang sibuk membolak-balikkan lembaran kitab dan adapula yang menunduk seraya membaca berbagai doa karena belum juga dapat hafalan.


Beberapa asatidz-mustahiq satu persatu mulai memasuki kelas. Terdengar suara balasan salam yang kompak dari beberapa ruang. Saling bersautan.  Kegiatan belajar-mengajar dimulai. Pelajaran-pelajaran diniyah; Tauhid, tajwid, adab, fiqih, hadits juga ilmu alat seperti nahwu-shorof-balaghoh. Asatidz menerangkan-tholabah menyimak. Asyik sekali. Mencatat keterangan, menyimak penjelasan, dan menganggukkan kepala bila bisa menyerna materi pelajaran.

Di beberapa kelas ada santri yang berdiri di depan karena tidak bisa menyetor hafalan. Melafalkan tashrifan satu saja sampai 1 menit karena terus berputar tidaak bisa berhenti. Yang lain masih komat-kamit baca mantra sebab takut kalau akan bernasib sama seperti temannya itu. Di kelas yang lain terdengar tawa ramai. Mungkin sebab gurunya lucu atau ada salah satu santri yang gokil. Biasanya santri yang seperti ini selalu mengambil tempat duduk di depan. Santri yang baik. Sedang di kelas yang lain lagi semua terdiam serius bahkan sampai keluar keringat dingin. Ustadznya killer!

Satu dua ustadz masih berkeliling, dari putra ke putri dan dari putri ke putra. Melihat kalau-kalau ada kelas yang masih kosong. Maklum saja sebab dari 39 asatidz wa asatidzah yang mengajar 72%-nya mbajak dari luar. Kyai-kyai kampung yang masih alumni dan santri muassis dulu. Kalau sudah ada hajat maka tidak bisa rawuh, hujan pun harus berhalangan apa lagi kalau sudah musim kondangan, beliau-beliau akan sibuk setiap malam. Tidak apa-apa. Masih ada asatidz-asatidzah yang muqim di pondok. Mereka siap mengisi kekosongan sambil selalu berharap nantinya akan bisa bersanding dengan seseorang yang menjadi cinta sejati mereka (?).

Kalau ada ustadz yang selalu masuk maka akan disebut firaun karena seolah tidak pernah sakit. Tidak pernah kosong. Dan kalau ada ustadz yang sering kosong maka akan sorak gembira. Masih TK semua anak-anak itu. Ustadznya memang macam-macam. Ada ustadz yang tidak pernah tersenyum dan ada pula yang selalu tersenyum. Ada ustadz yang selalu bercanda dan ada pula yang seperti malaikat pencabut nyawa. Ada ustadz yang membacanya pelan-pelan saja dan ada pula yang ngebut seperti pedrosa. Kalau memaknai sangat cepat sampai 120 km/jam.

Tholabahnya pun berbeda-beda. Ada yang serius mendengarkan dan ada pula yang ribut ngobrol dengan kawan. Ada yang duduk tegak badannya dan ada pula yang sudah sentuk-sentuk mau kehilangan nyawa. Ada yang aktif angkat tangan untuk bertanya dan ada pula yang hampir roboh sebab tidur saking nyenyaknya. Kalau sudah begitu siap-siap telinganya akan memerah terkena jeweran.


Setiap hari bergelut dengan kitab kuning. Hurufnya keriting tanpa harokat dengan jarak antar baris tidak sampai 1 cm, itupun masih harus dijejali lagi dengan makna yang nggandul. Semrawut. Kalau tulisannya bagus maka akan lumayan betah membacanya, tapi kalau jelek maka akan langsung pusing kepala. Akan dikutuk anak cucu seperti keterangan di kitab ta’limul mutaallim. Yang baru mts maknanya lengkap, sedang yang sudah aliyah akan banyakan huruf mim dan kho’, entah dia sendiri bisa membacanya atau tidak.

Kalau sudah H-7 semester maka akan semakin banyak santri yang begadang. Di mushola, di serambi, di depan asrama, di teras ndalem, ada juga yang di dek atas jeding dan di tempat jemuran, bahkan ada yang nyepi di gubuk tengah sawah. Semuanya demi menambal kitab yang masih kosong agar memenuhi syarat dan mendapatkan tanda tangan dari guru mapel. Kalau tambalannya banyak maka harus nglembur setiap hari. Pilihan lainnya yakni meminta teman untuk membantu, namun jarang yang mau gratis. Semua pakai uang. Bagi yang kere alias mlarat maka harus memilih salah satu dari 2 hal: Harus berhadapan dengan panitia semester atau berhadapan dengan keamanan karena nekat meminta anak dari asrama sebelah yang bukan muhrim untuk melengkapi makna kitab. Sama-sama bunuh dirinya.

Selama setahun memeras otak. Merasakan bagaimana panasnya kepala karena mengejar target setoran. Tidak apa-apa ya kawan. Semua demi masa depan juga senyum bahagia bapak ibu yang tanpa bosan mengurus dan membiayai mondok kita. Apa yang kita dapatkan harus sebanding dengan apa yang akan kita persembahkan nanti. Sabar-sabar-sabar. Jangan bosan untuk selalu menjaga semangat. Suntuk itu maklum, yang tidak maklum adalah nyaman dengan kesuntukan. Itu namanya pemalas. Dan orang malas tempat duduknya di bawah pohon pisang. Malu sama yang membagikan berkat. Ndelik ngunu.

Ayo semangat semua. Belajar bersama di komplek pondok pesantren tercinta ini. Yang bisa menggerakkan tubuh kita bukanlah pak yai, bukan ustadz bukan pula pengurus, namun satu-satunya yang menjadi lantaran adalah diri kita sendiri. Kalau kaki kita tidak kita gerakkan maka mustahil kita bisa melangkah.


Post a Comment

Cookie Consent
We serve cookies on this site to analyze traffic, remember your preferences, and optimize your experience.
Oops!
It seems there is something wrong with your internet connection. Please connect to the internet and start browsing again.
AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.
Site is Blocked
Sorry! This site is not available in your country.