Kajian ini merupakan translite dari kitab " AHLAL MUSAMAROH fi hikayatil aulia'il 'asyroh (MANISNYA OBROLAN MALAM, yang menceritakan wali sepuluh) yang disusun oleh Abul Fadlol bin Abdusy Syakur dari desa Senori, kabupaten Tuban.
Kajian ini diterbitkan setiap hari jumat
----------------------------------------------------------------------------------------------------
1.14. Para Wali
Pada
keterangan yang telah lalu, dijelaskan bahwa Arya Beriben memiliki dua orang
anak. Yang pertama adalah putri bernama Madu Retno. Dan ia telah dinnikahi oleh
Sayyid Raja Pendita. Yang kedua laki-laki bernama Jaka Qondar. Ceritanya ia
telah masuk agama islam dan memilih menempuh jalan Zuhud (berpaling dari kehidupan dunia untuk lebih berkonsentrasi
pada urusan akhirat). Ia menyepi atau menyendiri di puncak gunung untuk
beribadah dan berriyadloh yang
terletak di sebuah desa yang disebut Melaya.
Ia terus beribadah hingga ia menjadi salah satu wali dari sekian banyak
wali Alloh SWT. Ia terkenal dengan
sebutan Sunan Melaya.
Sunan
Melaya memiliki seorang putri bernama Asiyah yang diperistri oleh Sayyid Abdul
Qodir bin Sayyid Maulana Ishaq. Sayyid Abdul Qodir menetap di sebuah desa
bernama Gunung Jati. Gunung Jati
adalah sebuah desa di daerah kerajaan Cirebon.
Di sana Sayyid Abdul Qodir menjadi imam bagi penduduk setempat. Ia menempuh
jalan Zuhud dalam menjalani hidupnya
dengan tetap menyepi dan menyendiri serta berriyadloh, memerangi hawa nafsu dengan mengurangi porsi makan dan
menjauhi keenakan larut dalam tidur. Ia menghabiskan waktunya dengan menjalani
ibadah fardlu maupun ibadah sunnah. Ia terus menjalani hidupnya dengan demikian
hingga menjadi seorang wali Alloh SWT yang terkenal dengan sebutan Sunan Gunung Jati. Beliau terus
berda'wah, mengajak orang-orang memasuki agama islam. Al hasil, banyak penduduk
setempat yang beragama islam. Dan kalau ada orang yang tidak beragama islam,
maka ia akan keluar ke hutan-hutan dan daerah pegunungan. Karena takut tidak
beragama islam dan tidak memiliki teman. Sayyid 'Abdul Qodir, Sunan Gunung
Jati, memiliki dua orang anak. Yaitu yang putra bernama 'Abdul Jalil, dan yang putri bernama Shufiyah (Shofiyah). Ini adalah cerita Sayyid 'Abdul Qodir.
Pada
kesempatan itu, datanglah tiga orang lelaki dari Arab (Timur Tengah), tepatnya
dari negeri Yaman. Mereka termasuk
dari keturunan (Dzurriyah) Rosululloh
SAW. Mereka bernama Sayyid Muhsin, Sayyid
Ahmad dan Kholifah Husain. Mereka
datang ke desa ampel dan menemui Sayyid Rahmad. Mereka berucap salam dan
dijawab oleh Sayyid Rahmad. Lalu Sayyid Rahmad menanyakan kepada mereka perihal
nama dan keperluan mereka. Maka Sayyid Muhsin menjawab, "Saya adalah
Muhsin. Ini saudaraku bernama Kholifah Husain dan ini namanya Sayyid Ahmad.
Kami datang dari negeri Yaman untuk belajar ilmu Syari'at, Tarekat dan Ma'rifat
dari tuan."
Sayyid
Rahmad berkata, "Wahai anakku, ketahuilah bahwa sesungguhnya ilmu itu
adalah sesuatu yang sangat dahsyat agungnya. Karena itu, jika engkau tidak
mengamalkannya, maka ilmu itu akan membawamu kepada siksa yang sangat
pedih."
Sayyid
Muhsin menjawab, "Kami selalu beharap keutamaan Alloh SWT tercurah kepada
kami, serta kami juga mengharap bekah dari do'a tuan dan dari do'a orang tua
kami, sehingga kami dapat kuat menjalankan ilmu yang kami dapat dengan
ikhlas." Maka mereka pun belajar ilmu
Syari'at, Tarekat, dan Ma'rifat. Mereka terus berkhidmah kepada Sayyid
Rahmad dan mematuhi semua perintahnya. Mereka menjalankan segala apa yang
diperintahkan untuk dilakukan oleh mereka, sehingga mereka menjadi wali Alloh
SWT.
Telah
dijelaskan sebelumnya bahwa Sayyid Rahmad mempunyai tujuh orang putra-putri
lengkap dengan namanya. Adapun Sayyidah
Syarifah binti Sayyid Rahmad dinikahi oleh Al Hajj Utsman bin Sayyid Raja Pendita yang kemudian menetap di
sebuah desa yang berada di dekat sebuah gunung. Desa itu bernama desa Mayuran. Ia menyendiri di desa itu dan
menyepi untuk beribadah serta bersungguh-sungguh dalam memerangi hawa nafsunya.
Hingga ia menjadi salah seorang wali Alloh SWT dan masyhur dengan sebutan Sunan Mayuran. Dari pernikahan mereka
dikaruniai seorang putra bernama Amir
Husain.
Sayyidah
Muthmainnah binti Sayyid Rahmad dinikahi oleh Sayyid Muhsin dan selanjutnya
menetap di sebuah desa bernama Wilis.
Di sana ia menyendiri dan menyepi untuk berriyadloh
dan beribadah. Ia mengikuti jalan jejak para Wali Alloh SWT. Ia terkenal
dengan sebutan Sunan Wilis. Ia
memiliki seorang anak bernama Amir Hamzah.
Sayyidah
Hafshoh binti Sayyid Rahmad bergelar Nyai
Ageng Meloka (Nyai Agenng Maloka) dinikahi oleh Sayyid Ahmad dan bersamanya
menetap di sebuah desa bernama Kemlaka.
Ia menyendiri di sana dan menyepi untuk bersunguh memerangi hawa nafsunya.
Serta untuk memusatkan diri dalam beribadah kepada Alloh SWT dan mencari
ridloNya dengan menguranngi porsi makan dan tidur. Itu semua dilakukannya
selama tiga tahun lamanya. Dan akhirnya ia menjadi seorang Wali Alloh SWT yang
terkenal dengan sebutan Sunan Kemlaka.
Ia memiliki seoranng putra.
Sayyid Ibrahim
bin Sayyid Rahmad menikah dengan Dewi Iroh binti Jaka Qondar dan memiliki
seorang putri bernama Rohil. Sayyid
Ibrahim kemudian menjadi imam bagi
penduduk Lasem dan Tuban. Ia menetap di sebuah desa bernama
Bonang yang ada di daerah Lasem.
Sayyid Ibrahim menyendiri di puncak gunung bernama Gading. Gunung Gading berada di dekat pantai. Di sana ia
bersunguh-sungguh untuk berriyadloh
dengan mengurangi makan dan meninggalkan keenakan di saat tidur. Serta ia terus
menerus menekan dirinya agar tidak menuruti hawa nafsunya. Dia menekankan pada
dirinya untuk melakukan ibadah-ibadah fardlu dan sunnah. Selalu mentaati
perintah Alloh SWT, memerangi kehendak setan dan menjauh dari hiruk pikuk
manusia. Seperti yang telah diutarakan oleh Lisanul
Halnya;
Dalam
mencintaiMU aku tinggalkan seluruh manusia,
Dan aku
jadikan keluargaku bagaikan yatim supaya aku bisa melihatMU.
Andaikan
Kau memotong cintaMU untukku hanya sepotong,
Maka
sungguh hatiku tidak akan bisa tenang pada orang lain (yang menempati hatiku).
Saat aku mendatangiMU
semoga Kau ampuni semua kelemahan (dosaku),
Dan aku
datang kepadaMU dengan selalu mengharap ridloMU.
Jika saja
Ya Muhaimin, aku melakukan sebuah kedurhakaan,
Maka aku
tak akan sujud menyembah kepada selainMU.
Wahai
Tuhanku...hambamu yang penuh Maksiat datang kepadaMU,
Mengakui
dosa-dosa dan mengakui telah durhaka kepadaMU.
Apabila
Engkau mengampuni (dosaku), maka Engkau memang Maha Mengampuni.
Apabila
Engkau menolak (taubatku), maka kepada siapa lagi aku akan berharap.