Selamat datang di Website PP. Adnan Al Charish

Mencari Ilmu


Istidad
Persiapan perjalanan mencari ilmu
----------------------------------------------------------------------------
Menuntut ilmu adalah sebuah perjalan yang amat panjang, sepanjang hidup manusia di dunia (long life education), maka persiapkanlah bekal anda dengan matang

Niat dan tujuan
Dalam syariat islam semua pekerjaan harus didasarkan pada niat. Ritual ibadah yang dilakukan dengan tanpa niat tidak dianggap sah oleh syariat, demikian juga semua pekerjaan tidak akan menuai kesempurnaan hasil dengan tanpa didasari niat dan perencanaan terlebih dahulu. Nabi Muhammad  bersabda
إنَّمَـا الْأَعْمـَالُ بِالنِّيّـَاتِ
Keabsahan semua amal adalah dengan niat.[1]
Sebelum berangkat mencari ilmu hendaknya santri mengatur niat terlebih dahulu, merenungkan tujuannya mencari ilmu dan menghayati manfaat ilmu yang kelak akan diperolehnya. Dengan demikian niatnya akan menjadi kukuh dan kuat sehingga tidak mudah goyah dan roboh ketika badai cobaan dan ujian menerpanya. Setelah niatnya terasa sangat kuat menancap di dada kemudian atur dan rencanakan urutan, cara dan metode dalam belajar.
Tulis dengan rapi di atas kertas niat belajar, cita-cita, metode atau kiat-kiat belajar dan bebrapa kata-kata penggugah semangat. ini akan membuat niat dan tekad belajar menjadi lebih mantap.
Ingat! semua hal yang dikerjakan harus dimulai dengan tujuan dan jalan rencana yang jelas. Dalam ilmu Nahwu  Mubtadak harus berupa isim ma`rifat, tidak diperbolehkan membuat mubtadak dari isim Nakiroh. Ibnu Malik Mengatakan:
وَلاَ يَجُـوزُ الابْتِـدَا بِالنَّـكِرَهْ    مَـا لَمْ تُفِـدْ ...................
Dan tidak boleh membuat Mubtada` dengan isim nakiroh selama tidak bisa memberikan makna (berfaidah).[2]
Dalam Nahwu bathin[3] kaidah nahwiah tersebut diuaraikan menjadi sebuah kalam hikmah
Semua hal tidak boleh dimuali dengan keadaan yang belum jelas, semuanya harus dimuali dengan jelasnya niat, tujuan dan jalan yang ditempuh.
Kita juga bisa mengambil hikmah dari dunia tempat kita hidup ini. Allah menciptakan semua yang ada di dunia ini dengan tujuan yang jelas, tidak asal mencipta seperti yang dibayangkan orang kafir. Allah menciptakan manusia untuk beribadah dan menciptakan semua yang ada di dunia untuk kemaslahatan mereka dan bekal menuju tujuan mereka diciptakan.
Niat tholabul ilmi adalah untuk menghapus kebodohan yang dibawa sejak lahir, mengangkat derajat dan martabat kemanusiaan seperti Nabi Adam yang derajatnya melampaui malaikat dengan ilmu asma`[4] yang diberikan Allah padanya.
Setelah Niat tertancap kuat di hati selanjutnya adalah merencanakan dan mengatur jalannya mencari ilmu dan menjadikannya bekal yang akan dibawa kemanapun takdir membawanya

Belajar tidak harus ikhlas
Dalam memulai mencari ilmu niat tidak harus tertata dengan ikhlas sebab sangat sulit mencapai tingkatan mukhlisin apalagi bagi pemula. Tujuan untuk mencari pangkat derajat, kemulyaan, sanjungan dan urusan duniawi akan menyertai niat tersebut. Biarkan saja dan terus lanjutkan usaha mencari ilmu. Kita bisa mengambil hikmah dari kisah al Ghozali bersaudara.
 Muhammad bin Muhammd al Ghozali dan saudaranya Ahmad bin Muhammad adalah anak seorang penenun kain. Hasil tenunannya tersebut dijual di pasar kota Thus. Keduanya dibiayai oleh ayahnya dari hasil pekerjaan tersebut.
Sebelum meninggal sang ayah berwasiat pada salah seorang temannya, seorang sufi dan ahli Khair
“Aku sangat ingin sekali pandai tulis menulis dan aku sangat ingin memenuhi apa yang tidak bisa kulakukan unktuk kedua anakku, maka semua harta yang aku tinggalkan adalah untuk mendidik mereka berdua, tidak untuk anda”
Setelah sang ayah meninggal keduanya dididik oleh sufi tersebut sampai harta peninggalan ayah mereka berdua habis untuk membiayai mereka berdua dan sufi teman ayah mereka tidak mampu membiayai mereka. Sang sufi kemudian berkata pada mereka
“Kalian berdua, ketahuilah bahwa aku telah menggunakan seluruh penginggalan ayah kalian untuk kalian berdua dan aku adalah seorang fakir ahli tajrid sehingga tidak bisa membiayai kalian berdua, menurutku jalan terbaik terbaik adalah kalian mengungsi ke madrasah solah-olah kalian adalah pelajar yang ingin mencari ilmu di sana sehingga kalian bisa mendapatkan makanan”
Lantas al Gozali bersaudara melaksanakan usulan sufi teman ayah mereka tersebut, mereka masuk di madrasah Nidzamiyah[5] yang saat itu dipimpin Imam al Haromain dan akhirnya mereka menjadi orang yang alim allamah yang menjadai lentera dunia. Mengisahkan latar belakangnya tersebut al Gozali berkata
طَلَبْنـاَ الْعِلْمَ لِغَيْـرِ اللهِ فَأَبـَى اَنْ يَكُـوْنَ اِلاَّ للهِ
Aku mencari ilmu bukan karena Allah, namun akhirnya ilmu hanya hanya berkenan karena Allah.[6]
Artinya keikhlasan akan muncul dengan sedirinya terbawa oleh terangnya cahaya ilmu yang beliau peroleh.
Niat atau tujuan yang sebenarnya keliru bisa dijadikan bahan bakar semangat untuk mengumpulkan ilmu sebanyak-banyaknya dan mencapai target atau tingkatan tertentu yang dicita-citakan. Kisah antara KH Bisri Musthofa dengan teman karibnya kiyai Ali Maksium.
Kiyai Bisri terkenal dengan gaya humorisnya yang mengalir bagaikan air sehingga orang yang dikritiknyapun tidak akan marah karena disampaikan secara sopan dan menyegarkan, bahkan orang tersebut bisa dibuatnya terpingkal-pingkal dengan humuor-humornya.
Beliau terkenal sangat produktif dalam menulis, tidak dari seratus judul yang dihasilkan dari tangan emasnya. Kemampuan beliau ini ternyata membuat silaiu atau kepencut teman karibnya Kyai Ali Maksum, krapyak. Dalam sebuah kesempatan  keduanya terlibat dalam perbincangan yang unik.
“kalau soal alim barangkali saya tidak kalah dari sampeyan, bahkan saya lebih alim” kata kiyai Ali Maksum dengan nada bercanda, “tapi mengapa smpeyan bisa begitu produktif, sementara saya selalu gagal di tengah jalan?”
“sampeyan menulisnya lillahi ta`ala sih!” jawab kiyai Bisri sambil tersenyum, artinya kiyai Ali Maksum kalau ngarang buku atau kitab niatnya ikhlas, makanya tidak pernah selasai.
Jawaban nyeleneh kiyai Bisri tersebut tentu saja membuat kiyai Ali Maksum bertanya-tanya. “lho kiyai nulis kok tidak lillahi ta`ala, lalu dengan niat apa?” kiyai Maksum balik bertanya.
“saya menulis dengan niat nyambut gawe (bekerja), sama seperti penjahit. Penjahit itu meskipun ada tamu tidak akan berhenti menjahit, priuknya bisa ngguling,[7] saya juga begitu. Kalau sebelumnya sampeyan sudah berniat yang mulia-mulia, setan akan mengganggu dan pekerjaan (ngarang) sampeyan tak akan selesai. Baru nanti kalau tulisannya sudah jadi dan akan diserahkan pada penerbit kita niatai yang mulia-mulia, linasyril ilmi (menyebarkan ilmu) atau apa. Setan juga perlu kita tipu” ujar kiyai Bisri sambil tersenyum bercanda.

Selalu Perbaharui Niat
Seiring dengan berjalannya waktu Niat mencari ilmu terkadang melemah karena terpengaruh lingkungan sekitar yang suasananya kurang mendukung untuk giat dan semangat belajar sehingga perlu untuk diperbaharui dan diperkuat kembali agar bisa terus berjalan. Baca lagi catatan-catatan yang pernah kita buat ketika niat dan semangat belajar kita sedang membara dan coba ingat kembali bagaimana semangat kita pada saat itu, dalam waktu kurang dari 120 detik semangat tersebut akan muncul lagi di dada.[8]
Melamahnya niat adalah masalah besar yang segera perlu diatasi. Jika tidak segera dilakukan perbaikan bisa-bisa perjalanan mencari ilmu yang sesungguhnya akan berhenti kandas di tengah jalan, bahkan bisa hancur tertabrak karang dan tenggelam di tengah lautan. KH Saifuddin Zuhri[9] sering melansir sebuah kalam matsal
جَـدِّدُوا السَّفِينَـةَ فَـاِنَّ الْبَـحْرَ عَمِـيقٌ
Selalu perbaiki perahumu, karena sesungguhnya lautan sangat dalam
Pencarian ilmu yang tidak paripurna bisa sangat berbahaya, sebab bisa menjadi seorang jahil murakkab (dobel bodoh), merasa sudah tahu padahal sebenarnya ia belum tahu, merasa sudah benar padahal pemahamannya masih keliru. Menurut Imam Kholil bin Ahmad al Farohidi orang seperti ini hari ditinggalkan, karena hanya akan membuat masalah yang tiada habisnya.


وَاللهُ اَعْلَمُ بِالحَقِّ وَالصَّوَابِ
جَعَلَنـاَ اللهُ وَاَهْلَنـاَوَذُرِياَّتِنـاَ وَاَحْباَبَنـاَ مِنَ الَّذِينَ يُرِيدُ بِهِمُ اللهُ الْخَيْرَ فَيُفَقِّهَهُمْ فِي الـدِّيْنِ
Semoga kita, keluarga kita, keturunan kita dan semua yang kita cintai dikehendaki mendapatkan kebaikan sempurna, sehingga diberinya kepahaman pada agama. Amin.








[1] Hadits sohih Imam Bukhori dan Imam Muslim dan Hadits pertama dalam kitab al Arbain al Nawawiyah.
[2] Muhammad bin Abdullah bin Malik al Andalusi. al Khulashoh, bait ke 125.
[3] Nahwu bathin, adalah symbol-simbol ilmu nahwu yang dimaknai dengan sudut pandang tasawuf oleh seorang sufi dan bersumber dari teks serta isyarat hati. Namun al Faqir bukanlah seorang sufi.
[4] Nama-nama benda yang tidak diketahui malaikat.
[5] Madrasah yang didirikan oleh al Hasan bin Ali bin Ishaq (408-485 H), beliau belajar ilmu Adab Arobiah dan mendengarkan banyak Hadits, beliau bekerja di pemerintahan selama 20 tahun sebagai seorang perdana menteri dengan  bergelar Qowamuddin Nidzomul Mulk. Ibnu Aqil mengatakan “Tahun-tahun kehidupan beliau adalah tahun kekuasaan ahli ilmu”. al Zarkali. al Alam. Vol. II. hal. 202.
[6] Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghozzali. Ihya Ulumiddin. Maktabah Darul Kutub al Islami, Beirut. hal.4.
[7] Artinya mata pencahariannya akan hilang.
[8] Sesuai dengan Kaidah ke-4 kinerja otak yang menyatakan bahwa Unsur emosional dari sebuah ingatan diawali 90 sampai 120 detik setelah ingatan tersebut digali kembali. Josep M Carver, Ph. D. Management ingatatan emotional.
[9] Pengasuh Pondok pesantren Adnan al Charish

Post a Comment

Cookie Consent
We serve cookies on this site to analyze traffic, remember your preferences, and optimize your experience.
Oops!
It seems there is something wrong with your internet connection. Please connect to the internet and start browsing again.
AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.
Site is Blocked
Sorry! This site is not available in your country.